DAFTAR ISI
A.
PESTISIDA
1.
Defenisi
.................................................................................................
2.
Jenis dan Penggunaan........................................................................
2.1 Organophosphat......................................................................
2.2 Carbamate.................................................................................
2.3 Organochlorin................................................................................
3. Regulasi di Indonesia.........................................................................
B.
KERACUNAN PESTISIDA
1.
Defenisi............................................................................................
2.
Epidemiologi.....................................................................................
3.
Penyebab ........................................................................................
3.2
Okupasional...........................................................................
4.
Patofisiologi.....................................................................................
5.
Diagnosis............................................................................................
a. Pencegahan
Tingkat Pertama (Primary prevention)..........................
b. Pencegahan
Tingkat Kedua (Secondary Prevention).........................
c.
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention).............................
C. REFERENSI
|
1
2
4
8
9
11
13
13
14
14
14
15
15
16
17
19
19
20
21
21
|
A. PESTISIDA
Secara umum pestisida didefenisikan sebagai senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh hama, termasuk serangga, hewan pengerat, jamur dan
tanaman yang tidak diinginkan (gulma).
Pestisida digunakan dalam kesehatan masyarakat untuk membunuh vektor penyakit, seperti nyamuk, dan dalam pertanian, untuk membunuh hama yang merusak tanaman.
Menurut Peraturan
Pemerintah No 7 tahun 1973, Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain
serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
-
Memberantas
atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman,
bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;
-
Memberantas
rerumputan;
-
Mematikan
daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;
-
Mengatur
atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk
pupuk;
-
Memberantas
atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan
piaraan dan
ternak;
-
Memberantas
atau mencegah hama-hama air;
-
Memberantas
atau mencegah binatang binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;
-
Memberantas
atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau
air.
Pestisida telah secara luas
digunakan untuk tujuan memberantas hama dan penyakit tanaman dalam bidang
pertanian. Pestisida juga digunakan dirumah tangga untuk memberantas nyamuk,
kepinding, kecoa dan berbagai serangga penganggu lainnya. Dilain pihak
pestisida ini secara nyata banyak menimbulkan keracunan pada orang. Kematian
yang disebabkan oleh keracunan pestisida banyak dilaporkan baik karena
kecelakaan waktu menggunakannya, maupun karena disalah gunakan (unttuk bunuh
diri). Dewasa ini bermacam-macam jenis pestisida telah diproduksi dengan usaha
mengurangi efek samping yang dapat menyebabkan berkurangnya daya toksisitas pada manusia, tetapi sangat toksik
pada serangga.
Diantara jenis atau pengelompokan pestisida tersebut diatas, jenis
insektisida banyak digunakan dinegara berkembang, sedangkan herbisida banyak
digunakan dinegara yang sudah maju. Dalam beberapa data Negara-negara yang
banyak menggunakan pestisida adalah sebagai berikut
-
Amerika Serikat 45%
-
Eropa Barat 25%
-
Jepang 12%
-
Negara berkembang lainnya 18%
Dari data tersebut terlihat bahwa negara berkembang seperti
Indonesia, penggunaan pestisida masih tergolong rendah. Bila dihubungkan dengan
pelestarian lingkungan maka penggunaan pestisida perlu diwaspadai karena akan
membahayakan kesehatan bagi manusia ataupun makhluk hidup lainnya.
4.
Jenis dan Penggunaan
Pestisida dapat digolongkan menurut penggunaannya dan
disubklasifikasi menurut jenis bentuk kimianya. Dari bentuk komponen bahan
aktifnya maka pestisida dapat dipelajari efek toksiknya terhadap manusia maupun
makhluk hidup lainnya dalam lingkungan yang bersangkutan.
Penggolongan pestisida menurut
jasad sasaran
·
Insektisida,
racun serangga (insekta)
·
Fungisida,
racun cendawan / jamur
·
Herbisida,
racun gulma / tumbuhan pengganggu
·
Akarisida,
racun tungau dan caplak (Acarina)
·
Rodentisida,
racun binatang pengerat (tikus dsb.)
·
Nematisida,
racun nematoda, dst.
Penggolongan
menurut asal dan sifat kimia
·
Sintetik
o Anorganik :
garam-garam beracun
seperti arsenat, flourida, tembaga sulfat dan garam merkuri.
o Organik :
§ Organo khlorin : DDT, BHC, Chlordane, Endrin dll.
Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
Heterosiklik : Kepone, mirex dll.
§ Organofosfat : malathion, biothion dll.
Karbamat : Furadan, Sevin dll.
Dinitrofenol : Dinex dll.
Thiosianat : lethane dll.
Karbamat : Furadan, Sevin dll.
Dinitrofenol : Dinex dll.
Thiosianat : lethane dll.
§ Sulfonat, sulfida, sulfon.
Lain-lain : methylbromida dll.
Lain-lain : methylbromida dll.
·
Hasil alam : Nikotinoida, Piretroida, Rotenoida dll
Tabel 1. Klasifikasi Pestisida
Klasifikasi
|
Bentuk Kimia
|
Bahan Aktif
|
Keterangan
|
1. Insektisida
|
Botani
Carbamat
Organophosphat
Organochlorin
|
Nikotine
Pyrethrine
Rotenon
Carbaryl
Carbofuran
Methiocorb
Thiocarb
Dichlorovos
Dimethoat
Palathion
Malathion
Diazinon
Chlorpyrifos
DDT
Lindane
Dieldrin
Eldrin
Endosulfan
gammaHCH
|
Tembakau
Pyrtrum
-
toksik
kontak
toksik
sistemik
bekerja
pada lambung
juga
moluskisida
toksik
kontak
toksik
kontak, sistemik
toksik
kontak
toksik
kontak
kontak
dan ingesti
kontak,
ingesti
persisten
persisten
kontak,
ingesti
kontak,
ingesti
|
Herbisida
|
Aset anilid
Amida
Diazinone
Carbamate
Triazine
Triazinone
|
Atachlor
Propachlor
Bentazaone
Chlorprophan
Asulam
Athrazin
Metribuzine
Metamitron
|
Sifat
residu
Kontak
Toksin
kontak
|
Fungisida
|
Inorganik
Benzimidazole
Hydrocarbon-phenolik
|
Bordeaux mixture
Copper oxychlorid
Mercurous chloride
Sulfur
Thiabendazole
Tar oil
|
Protektan
Proteoktan
Protektan,
sistemik
Protektan,
kuratif
|
2.1 Organophosphat
Lebih dari 50.000
komponen organophosphate telah disynthesis dan diuji untuk aktivitas
insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500 jenis saja. Semua produk
organophosphate tersebut berefek toksik bila tertelan, dimana hal ini sama
dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh serangga. Beberapa jenis insektisida
digunakan untuk keperluan medis misalnya fisostigmin, edroprium dan neostigmin
yang digunakan utuk aktivitas kholinomimetik (efek seperti asetyl kholin). Obat
tersebut digunakan untuk pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea
gravis. Fisostigmin juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas
ingesti dari substansi antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant,
atrophin dan sebagainya). Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus
juga berefek langsung untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi
tekanan intraokuler pada bola mata.
Struktur
komponen organophosphate
Organophosphat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia
ke II. Bahan tersebut digunakan untuk gas saraf sesuai dengan tujuannya sebagai
insektisida. Pada awal synthesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate
(TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi
juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan
komponen yang poten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap orang (mis:
malathion), tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.
Nama
|
Structure
|
Tetraethylpyrophosphate
(TEPP)
|
|
Parathion
|
|
Malathion
|
|
Sarin
|
Mekanisme toksisitas
Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara
jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan
hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan
lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan
pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin
menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah
asetylkholin meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik
pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala
keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate melakukan
fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.
Pada bentuk ini enzim mengalami
phosphorylasi.
|
Tabel 2.
Nilai LD50 insektisida organofosfat
Komponen
|
LD50
(mg/Kg)
|
Akton
Coroxon
Diazinon
Dichlorovos
Ethion
Malathion
Mecarban
Methyl parathion
Parathion
Sevin
Systox
TEPP
|
146
12
100
56
27
1375
36
10
3
274
2,5
1
|
Gejala
keracunan
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala
yang timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau
depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
Tabel 3.
Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas organofosfat.
Efek
|
Gejala
|
1. Muskarinik
|
-
Salivasi, lacrimasi, urinasi dan
diaree (SLUD)
-
Kejang perut
-
Nausea dan vomitus
-
Bradicardia
-
Miosis
-
Berkeringat
|
2. nikotinik
|
-
Pegal-pegal, lemah
-
Tremor
-
Paralysis
-
Dyspnea
-
Tachicardia
|
2.
sistem saraf pusat
|
-
Bingung, gelisah, insomnia,
neurosis
-
Sakit kepala
-
Emosi tidak stabil
-
Bicara terbata-bata
-
Kelemahan umum
-
Convulsi
-
Depresi respirasi dan gangguan
jantung
-
Koma
|
Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat
secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan
asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.
2.2 Carbamate
Insektisida karbamat
telah berkembang setelah organofosfat. Insektisida ini biasanya daya
toksisitasnya rendah terhadap mamalia dibandingkan dengan organofosfat, tetapi
sangat efektif untuk membunuh insekta.
Struktur Carbamate insektisida
Name
|
Structure
|
Physostigmine
|
|
Carbaryl
|
|
Temik
|
Struktur karbamate seperti physostigmin, ditemukan secara alamia
dalam kacang Calabar (calabar bean). Bentuk carbaryl telah secara luas dipakai
sebagai insektisida dengan komponen aktifnya adalah SevineR.
Mekanisme toksisitas dari karbamate adalah sama dengan
organofosfat, dimana enzim achE dihambat dan mengalam karbamilasi.
Dalam bentuk ini enzim mengalami karbamilasi
|
2.3 Organochlorin
Organokhlorin atau disebut “Chlorinated hydrocarbon” terdiri dari
beberapa kelompok yang diklasifikasi menurut bentuk kimianya. Yang paling
populer dan pertama kali disinthesis
adalah “Dichloro-diphenyl-trichloroethan” atau disebut DDT.
Tabel 4.
Klasifikasi insektisida organokhlorin
Kelompok
|
Komponen
|
Cyclodienes
|
Aldrin,
Chlordan, Dieldrin, Heptachlor, endrin, Toxaphen, Kepon, Mirex.
|
Hexachlorocyclohexan
|
Lindane
|
Derivat
Chlorinated-ethan
|
DDT
|
Mekanisme toksisitas dari DDT masih dalam perdebatan, wlaupun
komponen kimia ini sudah disinthesis sejak tahun 1874. Tetapi pada dasarnya
pengaruh toksiknya terfokus pada neurotoksin dan pada otak. Saraf sensorik dan
serabut saraf motorik serta kortek motorik adalah merupakan target toksisitas
tersebut. Dilain pihak bila terjadi efek keracunan perubahan patologiknya
tidaklah nyata. Bila seseorang menelan DDT sekitar 10mg/Kg akan dapat
menyebabkan keracunan, hal tersebut terjadi dalam waktu beberapa jam. Perkiraan
LD50 untuk manusia adalah 300-500 mg/Kg.
DDT dihentikan penggunaannya sejak tahun 1972, tetapi
penggunaannya masih berlangsung sampai beberapa tahun kemudian, bahkan sampai
sekarang residu DDT masih dapat terdeteksi. Gejala yang terlihat pada
intoksikasi DDT adalah sebagai berikut:
-
Nausea, vomitus
-
Paresthesis pada lidah, bibir dan muka
-
Iritabilitas
-
Tremor
-
Convulsi
-
Koma
-
Kegagalan pernafasan
-
Kematian
PERATURAN
MENTERI PERTANIAN
NOMOR :
01/Permentan/OT. 140/1/2007
Tentang
Daftar Bahan
Aktif Pestisida Yang Dilarang Dan Pestisida Terbatas
I.
Jenis-jenis
bahan aktif yang dilarang untuk semua bidang penggunaan pestisida:
II.
Jenis-jenis
bahan aktif yang dilarang untuk pestisida rumah tangga, hygiene dan sanitasi
yang digunakan untuk pengendalian serangga rumah tangga adalah diklorvos dan
klorpirifos.
Peraturan lain
yang mengatur mengenai pestisida di Indonesia diantaranya:
a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
7 Tahun 1973 Tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan Dan Penggunaan
Pestisida
b. Keputusan Menteri Perdagangan Dan Koperasi Nomor
349 Tahun 1982 Tentang Larangan Mengimpor, Memperdagangkan Dan Mengedarkan
Pestisida Pentakhlorofenol Dan Garamnya
c. Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 944
Tahun 1984 Tentang Pembatasan Pendaftaran Pestisida
d. Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 536
Tahun 1985 Tentang Pengawasan Pestisida
e. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 258/MENKES/PER/III/1992 Tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan
Pestisida
f.
Keputusan
Menteri Pertanian Nomor. 544 Tahun 1996 Tentang : Pendaftaran Dan
Pemberian Izin Bahan Teknis Pestisida
g. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 546 Tahun
1996 Tentang Pemberian Izin Dan Perluasan Penggunaan Pestisida
h. Keputusan Menteri Pertanian Nomor. 763
Tahun 1998 Tentang Pendaftaran Dan Pemberian Izin Tetap Pestisida
i.
Keputusan
Menteri Pertanian Nomor. 764 Tahun 1998 Tentang Pendaftaran Dan
Pemberian Izin Sementara Pestisida
j.
Keputusan
Menteri Pertanian Nomor 949 Tahun 1998 Tentang Pestisida Terbatas
k. Keputusan Menteri Pertanian Nomor:
342/Kpts/OT.160/9/2005 Tentang Komisi Pestisida
l.
Keputusan
Menteri Pertanian Nomor:42/Permentan/SR.140/5/2007 Tentang Pengawasan
Pestisida
m. Keputusan Menteri Pertanian Nomor:81/Kpts/SR.140/2/2007
Tentang Perubahan Nama Formulasi, Nama Bahan Aktif, Dosis Aplikasi, Dan
Jenis Pestisida
C. KERACUNAN PESTISIDA
8.
Defenisi
Keracunan pestisida adalah masuknya
bahan-bahan kimia kedalam tubuh manusia
melalui kontak langsung, inhalasi, ingesti dan absorpsi sehingga menimbulkan
dampak negatif bagi tubuh.
Penggunaan pestisida dapat mengkontaminasi
pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini
keracunan dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Keracunan Akut ringan, menimbulkan pusing,
sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare.
b. Keracunan akut berat, menimbulkan gejala mual,
menggigil, kejang perut, sulit bernafas, keluar air liur, pupil mata mengecil
dan denyut nadi meningkat, pingsan.
c. Keracunan kronis, lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan
menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering
dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya: iritasi mata dan kulit,
kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan
pernafasan.
9.
Epidemiologi
Keracunan
pestisida adalah masalah skala besar, terutama di negara-negara berkembang.
Sebagian besar perkiraan mengenai tingkat keracunan pestisida telah didasarkan
pada data dari penerimaan pasien di rumah. Perkiraan terbaru oleh kelompok
tugas WHO menunjukkan bahwa mungkin ada 1 juta kasus keracunan yang tidak
disengaja. Di samping itu terdapat 2 juta orang dirawat di rumah sakit akibat
usaha bunuh diri dengan pestisida, dan hal ini mencerminkan hanya sebagian
kecil dari masalah yang sebenarnya.. Atas dasar survei yang dilaporkan sendiri
keracunan ringan dilakukan di kawasan Asia, diperkirakan bahwa mungkin ada
sebanyak 25 juta pekerja pertanian di negara berkembang menderita sebuah
episode dari keracunan setiap tahun (Jeyaratnam J, 1990). Di Kanada pada tahun 2007 lebih dari 6000
kasus keracunan pestisida akut terjadi (W.A.Watson et al, 2005). Untuk memperkirakan jumlah keracunan pestisida
kronis di seluruh dunia sangat sulit.
Skenario eksposur yang paling umum pada kasus
keracunan pestisida adalah keracunan akibat kecelakaan; keracunan berupa
tindakan bunuh diri, pajanan melalui kontaminasi lingkungan atau tempat kerja
(okupasional).
Tindakan bunuh diri dengan pestisida merupakan
masalah kesehatan besar yang tersembunyi masyarakat. Ini adalah salah satu
bentuk keracunan pestisida yang paling umum dan banyak terjadi. Organisasi
Kesehatan Dunia
memperkirakan bahwa 300.000 orang meninggal dari menyakiti diri setiap tahun di
wilayah Asia-Pasifik (WHO, 2004).
Sebagian besar kasus keracunan pestisida yang disengaja adalah tindakan
impulsif yang dilakukan oleh seseorang
pada kondisi tertekan atau stres, dan ketersediaan pestisida yang sangat
mudah diperoleh memiliki peran atas kejadian keracunan.
10.2Okupasional
Keracunan
pestisida merupakan masalah kesehatan yang penting pada lingkungan kerja karena
pestisida digunakan pada sejumlah besar industri. Hal ini menyebabkan kondisi kategori
pekerja beresiko langsung terhadap paparan pestisda. Namu pekerja di industri
lain pun bahkan beresiko untuk terkena juga. Sebagai contoh, ketersediaan
pestisida secara komersial di toko-toko menyebabkan pekerja ritel berada pada
risiko pajanan dan penyakit ketika mereka menangani produk-produk pestisida
(Calvret, 2004)
Fungsi
pekerjaan yang berbeda menyebabkan bervariasinya tingkat paparan. Eksposur
pekerjaan Sebagian besar disebabkan oleh penyerapan melalui kulit yang terbuka
seperti wajah, tangan, lengan, leher, dan dada. Paparan ini kadang-kadang
ditingkatkan dengan inhalasi pengaturan termasuk penyemprotan operasi di rumah
kaca dan lingkungan tertutup lain, taksi traktor, dan penyemprotan pestisida menggunakan
blower atau spray (Ecobichon, 2001).
Ada 4 macam pekerjaan yang
dapat menimbulkan kontaminasi dalam penggunaan pestisida yakni :
a.
Membawa, menyimpan dan memindahkan konsentrat pestisida (Produk
pestisida yang belum di encerkan).
b.
Mencampur pestisida sebelum diaplikasikan atau disemprotkan.
d.
Mengaplikasikan atau menyemprotkan pestisida.
e.
Mencuci alat-alat aplikasi sesudah aplikasi selesai.
Diantara
keempat pekerjaan tersebut di atas yang paling sering menimbulkan kontaminasi
adalah pekerjaan mengaplikasikan, terutama menyemprotkan pestisida. Namun yang paling berbahaya adalah
pekerjaan mencampur pestisida. Saat mencampur, kita bekerja dengan konsentrat
(pestisida dengan kadar tinggi), sedang saat menyemprot kita bekerja dengan
pestisida yang sudah diencerkan.
11.
Patofisiologi
11.1Organoklorin
Rumus kimia
organoklorin
Pestisida organoklorin, seperti DDT , Aldrin , dan dieldrin sangat kuat
dan terakumulasi dalam jaringan lemak. Melalui proses bioakumulasi (jumlah yang
lebih rendah di lingkungan bertambah besar berurutan naik seiring rantai
makanan), sejumlah besar organoklorin dapat terakumulasi dalam spesies atas
seperti manusia. Ada bukti substansial yang menunjukkan bahwa DDT, dan
perusahaan metabolit DDE mengganggu fungsi
hormon estrogen, testosteron, dan hormon steroid lainnya.
Beberapa jenis organofosfat tertentu telah lama diketahui memiliki efek
toksisitas delayed onset pada sel-sel
saraf, yang sering kali bersifat ireversibel. Beberapa studi telah menunjukkan
defisit terus-menerus dalam fungsi kognitif pada pekerja terpajan terhadap
pestisida. Bukti Baru menunjukkan bahwa pestisida dapat menyebabkan
neurotoksisitas perkembangan pada dosis yang lebih rendah dan tanpa depresi
kadar cholinesterase di plasma (Jamal et al, 2002).
Pestisida dapat masuk kedalam
tubuh manusia melalui berbagai cara yakni melalui kontaminasi memalui kulit
(dermal Contamination), terhisap masuk kedalam saluran pernafasan (inhalation)
dan masuk melalui saluran pencernaan makanan lewat mulut (oral).
Senyawa-senyawa OK (organokhlorin,
chlorinated hydrocarbons) sebagian besar menyebabkan kerusakan pada
komponen-komponen selubung sel syaraf (Schwanncells) sehingga fungsi syaraf
terganggu. Keracunan dapat menyebabkan kematian atau pulih kembali. Kepulihan
bukan disebabkan karena senyawa OK telah keluar dari tubuh tetapi karena
disimpan dalam lemak tubuh. Semua insektisida OK sukar terurai oleh faktor-faktor
lingkungan dan bersifat persisten, Mereka cenderung menempel pada lemak dan
partikel tanah sehingga dalam tubuh jasad hidup dapat terjadi akumulasi,
demikian pula di dalam tanah. Akibat keracunan biasanya terasa setelah waktu
yang lama, terutama bila dosis kematian (lethal dose) telah tercapai. Hal
inilah yang menyebabkan sehingga penggunaan OK pada saat ini semakin berkurang
dan dibatasi.
Efek lain adalah biomagnifikasi,
yaitu peningkatan keracunan lingkungan yang terjadi karena efek biomagnifikasi
(peningkatan biologis) yaitu peningkatan daya racun suatu zat terjadi dalam
tubuh jasad hidup, karena reaksi hayati tertentu. Semua senyawa
OF(organofosfat,o rganophospates) dan KB (karbamat,carbamate s) bersifat
perintang ChE (ensimcho line esterase), ensim yang berperan dalam penerusan
rangsangan syaraf. Keracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan
syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. waktu residu
dari OF dan KB ini tidak berlangsung lama sehingga keracunan kronis terhadap
lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah
menguraikan senyawa-senyawa OF dan KB menjadi komponen yang tidak beracun.
Walaupun demikian senyawa ini merupakan racun akut sehingga dalam penggunaannya
faktor-faktor keamanan sangat perlu diperhatikan. Karena bahaya yang
ditimbulkannya dalam lingkungan hidup tidak berlangsung lama, sebagian besar
insektisida dan sebagian fungisida yang digunakan saat ini adalah dari golongan
OF dan KB.
Parameter yang digunakan untuk
menilai efek keracunan pestisida terhadap mamalia dan manusia adalah nilai LD50
(lethal dose 50 %) yang menunjukkan banyaknya pestisida dalam miligram (mg)
untuk tiap kilogram (kg) berat seekor binatang-uji, yang dapat membunuh 50 ekor
binatang sejenis dari antara 100 ekor yang diberidose tersebut. Yang perlu
diketahui dalam praktek adalah LD50 akut oral (termakan) dan LD50 akut dermal
(terserap kulit). Nilai-nilai LD50 diperoleh dari percobaan-percobaan dengan
tikus putih. Nilai LD50 yang tinggi (di atas 1000) menunjukkan bahwa pestisida
yang bersangkutan tidak begitu berbahaya bagi manusia. LD50 yang rendah (di
bawah 100) menunjukkan hal sebaliknya.
12.
Diagnosis
Sebagian
penyakit terkait pestisida memiliki tanda dan gejala yang mirip dengan kondisi
medis umum (seperti pada gejala keracunan yang dijelaskan sebelumnya), sehingga
riwayat lingkungan dan pekerjaan yang lengkap dan rinci sangat penting untuk
mendiagnosis dengan benar sebuah keadaan keracunan pestisida. Pertanyaan
skrining tambahan tentang pekerjaan pasien dan lingkungan rumah juga dapat
menunjukkan apakah ada potensi keracunan pestisida (Reigart, J.R. and
Roberts, J.R. (1999).
Jika
seseorang terpapar secara teratur menggunakan pestisida karbamat dan organofosfat, penting
untuk dilakukan pengujian kadar enzim Cholinesterase sebagai data awal. Cholinesterase
adalah enzim yang penting dari sistem saraf. Dan terdapat kelompok-kelompok
kimia yang mampu membunuh hama juga berpotensi berbahaya atau bahkan dapat
membunuh manusia melalui mekanisme penghambat enzim cholinesterase, salah satunya adalah golongan pestisida.
Jika seseorang telah memiliki tes awal dan kemudian tersangka keracunan, kita
dapat mengidentifikasi tingkat masalah dengan perbandingan tingkat
cholinesterase saat ini dengan kadar cholinesterase pada data awal. Hal ini
sangat bermanfaat untuk mendiagnosis keracunan pestisida terkait kerja pada
pekerja beresiko.
Umumnya gejala
keracunan organofosfat atau karbamat baru akan dilihat jika
aktivitas kolinestrase
darah menurun sampai 30%. Namun penurunan sampai 50% pada pengguna pstisida
diambil sebagai batas, dan disarankan agar penderita menghentikan pekerjaan
yang berhubungan dengan pestisida.
a. Pencegahan
Tingkat Pertama (Primary prevention)
Setiap orang yang dalam pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida
seperti petani penyemprot, harus mengenali dengan baik gejala dan tanda
keracunan pestisida. Tindakan pencegahan lebih penting daripada pengobatan.
Sebagai upaya pencegahan terjadinya
keracunan pestisida sampai ke tingkat yang membahayakan kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah membuat dan mensosialisasikan
sebuah pedoman bagi masyarakat yang memanfaatkan Pestisida
PEDOMAN
PENCEGAHAN KERACUNAN PESTISIDA
PESTISIDA atau bahan pembasmi serangga kini digunakan secara
luas oleh masyarakat petani. Pestisida, selain merupakan alat pembasmi
serangga, juga merupakan racun yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Karena itu perlu ditangani dengan baik dan hati-hati. Pestisida yang biasa
kita dapat di pasar
adalah dalam bentuk
cair, tepung atau butiran. Ketiganya sama berbahayanya
bagi kesehatan.
Pestisida dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, pernapasan, mulut, dan
mata.
MEMBELI PESTISIDA
1. Belilah pestisida
di tempat penjualan resmi
2. Belilah pestisida
yang masih mempunyai label. “LABEL” adalah merek dan keterangan singkat
tentang pemakaian dan bahayanya.
3. Belilah pestisida
yang wadahnya masih utuh, tidak bocor.
MENGANGKUT PESTISIDA
1. Sewaktu membawa
pestisida, wadahnya harus tertutup kuat
2. Dalam membawa harus
ditempatkan terpisah dari makanan, dan pakaian bersih.
MENYIMPAN PESTISIDA
1. Pestisida harus
disimpan dalam wadah atau pembungkus aslinya, yang labelnya masih utuh dan
jelas.
2. Letakkan tidak
terbalik, bagian yang dapat dibuka berada disebelah atas
3. Simpan ditempat
khusus yang jauh dari jangkauan anak-anak, jauh dari
makanan, bahan makan
dan alat-alat makan, jauh dari sumur, serta terkunci.
4. Wadah pestisida
harus tertutup rapat, dan tidak bocor
5. Ruang tempat
menyimpan pestisida harus mempunyai ventilasi (pertukaran
udara ).
6. Wadah pestisida
tidak boleh kena sinar matahari langsung
7. Wadah pestisida
tidak boleh terkena air hujan.
8. Jika pada suatu
saat pestisida yang tersedia di rumah lebih dari satu
wadah dan satu macam,
dalam penyimpanannya harus dikelompokan menurut jenisnya dan menurut ukuran
wadahnya.
MENYIAPKAN PESTISIDA
1. Sewaktu menyiapkan
pestisida untuk dipakai, semua kulit, mulut, hidung dan kepala harus
tertutup. Karena itu, pakailah baju lengan panjang, celana
panjang, masker
(penutup hidung) yang menutupi leher, dab sarung tangan
karet.
2. Gunakan alat khusus
untuk menakar dan mengaduk larutan pestisida yang
akan dipakai. Jangan gunakan
tangan
|
b. Pencegahan
Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan keracunan pestisida penting dilakukan untuk kasus
eracunan akut dengan tujuan
menyelamatkan penderita dari kematian yang disebabkan oleh keracunan akut.
Adapun penanggulangan keracunan pestisida adalah sebagai berikut:
Organofosfat, bila penderita tak bernafas segara
beri nafas buatan , bila racun terlelan lakukan pencucian lambung dengan air,
bila kontaminasi dari kulit, cuci dengan sabun dan air selama 15 menit. Bila
ada berikan antidot: pralidoxime(Contrathion). Pengobatan keracunan
organofosfat harus cepat dilakukan. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa
menit akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan
berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya yang saling
berhubungan. Pada keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan aktifits
erytrocyt cholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah
normal, keracunan mesti terjadi dan gejala segera timbul. Beri atropine 2mg
iv/sc tiap sepuluh menit sampai terlihat atropinisasi yaitu: muka kemerahan,
pupil dilatasi, denyut nadi meningkat sampai 140 x/menit. Ulangi pemberian
atropin bila gejala-gejala keracunan timbul kembali. Awasi penderita selama 48 jam
dimana diharapkan sudah ada recovery yang komplit dan gejala tidak timbul
kembali. Kejang dapat diatasi dengan pemberian diazepam 5 mg iv, jangan
diberikan barbiturat atau sedativ yang lain.
Carbamat, penderita yang gelisah harus ditenangkan, recoverery akan terjadi dengan
cepat. Bila keracunan hebat, beri atropin 2 mg oral/sc dosis tunggal dan tak
perlu diberikan obat-obat lain.
c. Pencegahan
Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Upaya yang
dilakukan pada pencegahan keracunan pestisida adalah:
1)
Hentikan
paparan dengan memindahkan korban dari sumber paparan, lepaskan pakaian korban
dan cuci/mandikan korban.
2)
Jika terjadi
kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban
diinstruksikan agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu
untuk menolong korban.
3)
Korban segera
dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida
yang memepari korban dengan membawa label kemasan pestisida.
4)
Keluarga
seharusnya diberi pengetahuan/penyuluhan tentang tentang pestisida sehingga
jika terjadi keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.
Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama
untuk toksisitas organophosphat.. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit
akan dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan berdasarkan terjadinya gejala penyakit dan sejarah kejadiannya
yang saling berhubungan. Pada keracunan yang berat , pseudokholinesterase dan
aktifits erytrocyt kholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh
dibawah normal,kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul.
Pengobatan dengan
pemberian atrophin sulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya diberikan setiap jam
dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan beberapa pusat
reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik untuk antidotum
keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil dan tersedia
sebagai garam chlorin.
C. REFERENSI
1.
Calvert, G. M.; Karnik, J.; Mehler, L.; Beckman, J.;
Morrissey, B.; Sievert, J.; Barrett, R.; Lackovic, M. et al. (2008).
"Acute pesticide poisoning among agricultural workers in the United
States, 1998-2005". American Journal of Industrial Medicine 51 (12):
883–898.
2. Ecobichon, D.J. (2001).
"Toxic effects of pesticides". In Klaassen, C.D.. Casarett
and Doull's Toxicology: The Basic Science of Poisons, 6th edition.
McGraw-Hill Professional.
3.
International Code of Conduct on the Distribution and Use of Pesticides. Food and
Agriculture Organization of the United Nations. Rome, 2003
4.
J.
Rout Reigart, et al. 1999. Recognition
and Management of Pesticides Poisonings. EPA (United States Environmental
Protection Agency). Available on www.epa.gov/pesticides
5.
Jamal, GA; Hansen, S; Julu, PO (2002). "Low level exposures to
organophosphorus esters may cause neurotoxicity". Toxicology 181-182: 23–33.
6.
Jeyaratnam, J (1990). "Acute pesticide poisoning: a major global
health problem". American Association of Poison Control Centers Toxic
Exposure 43 (3): 139–44.
7.
Reigart, J.R. and Roberts, J.R. (1999). Recognition and Management of Pesticide Poisonings. Washtington, DC: Environmental
Protection Agency. Available on www.davidsuzuki.org/publication
8.
W.A.Watson, T.L. Litovitz, G.C. Rodgers, Jr.
et al. 2005. Annual Report WHO 2004. The impact of pesticides on health: preventing
intentional and unintentional deaths from pesticide poisoning.